Curug Leuwi Hejo – Bogor
Seminggu lalu kami rencanakan untuk pergi liburan, ya
liburan singkat sih ke Sukabumi.
Mengingat bulan Juni ini adalah liburan lebaran, dan banyak
jalan yang macet, (kami gak mau ambil resiko unuk bermacet macetan) .
Termasuk Sukabumi salah satunya, karena kota ini adalah kota
lintas mudik Jawa Barat – Jawa Timur.
Akhirnya kami merubah haluan untuk cari tempat lain yang
notabene bukan jalur bermacet macetan.
Yass BOGOR – akhirnya jadi pelabuhan hati kami untuk liburan
singkat kali ini.
Curug Leuwi Hejo namanya, dan biasanya kawasan Curug gak
hanya Cuma satu tempat, kami memutuskan untuk pegi beberapa Curug sekitar sana.
Liat di Instagram sih ini tempat oke banget.
Warna airnya biru, bening, dan adem (banyak pohon hijau).
Tapi, aim secara pribadi gak mau ketipu (lagi) sama foto
dari akun akun explore(namakota) yang fotonya kebanyakan editanya.
Akhirnya buka google yang hasil fotonya gak banyak editan
nya.
Kamis, 14 Juni 2018 – 01.00 WIB kami memulai perjalanan kami
dari daerah Riung Bandung, melalui Jalan Buah Batu, masuk Tol Purbaleunyi – Tol
Cipularang dan keluar di Tol Jagorawi – Sentul.
Perjalanan Bandung – Sentul hanya memakan waktu 2 jam 30
menit.
Berhubung supir kami adalah supir satu satunya dan lelaki
tertampan diantara kami kami yang lain, sekitar jam 03.30 WIB kami memutuskan
istirahat di Rest Area KM 10 Lingkar Bogor memberi asupan mata terpejam pada
sang supir, dan mengisi perut dengan Burger King sebelum melanjutkan perjalanan kami menuju curug.
Perjalanan kami lanjutkan pukul 04.30 dari Rest Area KM 10
Lingkar Bogor, keluar Tol Jagorawi – Sentul, kami memasuki kawasan perumahan
Sentul City.
Diujung perumahan tersebut kita akan menemui “Jungle Land Adventure Theme Park” lalu
memasuki daerah perkampungan yang ada dibelakang Sentul City.
Ketika memasukin kawasan perkampungan ini, kita akan
menemukan satu satunya mini market yang akan kita temui sebelum sampai ke Curug
Leuwi Hejo.
Jl.Kecibadak, jalanannya tentu berbeda jauh dengan Sentul
City, banyak jalan berlubang dan sempit, hanya bisa dilalui oleh 1 mobil, jika
kita kebetulan berpapasan dengan mobil lain dari arah berlawanan, kita harus
mengalah untuk berhenti.
Maklum, namanya mau mencapai Curug, jalanan yang kita lalui
bukanlah jalan yang datar.
Naik, turun, lalu belokan itu akan menjadi tantangan sendiri
bagi sang supir.
Jangan lupa untuk memberikan kode (klakson) saat mulai
nanjak.
Tadaaam jam 05.30 kita sudah sampai di pintu parkir Curug Leuwi Hejo,
tadinya si penjaga pintu masuk tak nampak,
tiba-tiba ada yang memanggil dari
kejauhan
“bang, bang” katanya
“itu ada yang manggil bayar kali” aim sebagai navigator memberikan
info pada sang supir.
Sebagai satu satunya lelaki pula, dia keluar dari mobil dan
menghapiri si mamang yang ngos-ngosan karena mungkin , dia jalan dari rumahnya.
“15 ribu seorang, dan biaya parkir mobil juga 15 ribu”
Total biaya masuk
curug 135.000 untuk 8 orang dan 1 mobil.
Hamparan pohon hijau, gunung yang menjulang tinggi, dengan
mentari yang mulai memamerkan warna orange ala sunrise nya mengalihkan kami dari mata yang belum tidur.
Gak hanya puas dengan foto pemandangan, kami pun berfoto di
beberapa spot foto yang tersedia :
Spot Foto 1 : Tulisan
Leuwi Hejo
Model : Nella Noviane
Spot Foto 2 : Sapu Sihir
Model : Elyana Rosa
Model : Elyana Rosa
Spot Foto 3 : Rumah
Pohon
Model : Elyana Rosa
Spot Foto 4 : Tangan
Model : Priscilla Vinda
Spot Foto 5 : Sarang
Burung
Model : Lastiur Friska
Waktu menunjukan hampir jam 7 pagi, kami bergegas mencari tempat
untuk parkir Mobil, dan berganti pakaian (disarankan pakai celana pendek – dan jangan
sepatu, mendingan sndal swallow baru- biar gak licin). Berhubung kami adalah
anak anak hemat, (padahal habis THR) kami bawa perbekalan dari rumah, Indomie,
telur dan panci juga bekal makan siang alakadarnya.
*bisa bayangin
tracking bawa bawa panci*
Tracking pun dimulai, dari tempat parkir menuju Curung Lewi
Hejo jalannya masih normal secara ini turunan, bukan tanjakan. Kami masih kuat
sambil ketawa ketawa, setelah tracking hanya 15 menit kami sudah bisa mendengar
air deras yang turun dari bebatuan tinggi.
Tadaaaaam mata kami dikejutkan dengan air dan bebatuan, air
yang hijau, bening, bersih.
Ah ini sih melebihi ekspektasi aim dari gambar yang diliat
di postingan Instagram itu.
Curug Leuwi Hejo
Model : Putri Natalisa
Dan untuk lihat air yang lebih hijau, lebih bening dan bisa
sedikit membasahi badan, kita harus naik bebatuan yang ada di sekitaran curug.
Model : Priscilla
Vinda, Nella Noviane, Theresia Abija
Curug Leuwi Hejo
Curug Leuwi Hejo
Model : Three Antonius - sang supir
Well ini penampakan kami di Curug Leuwi Hejo dengan formasi lengkap
Perjalanan kami terus kami lanjutkan menuju Curug Leuwi Lieuk, dengan berjalan hampir 1jam 30 menit dengan rute yang tak lagi menyenangkan, kami harus melewati anak tangga yang kokoh terbuat dari semen, namun ada yang buatan warga sekitar hanya dengan bantuan batang pohon bambu yang menjadi sanggahannya. Cukup melelahkan, apalagi untuk yang jarang berolah raga.
Sebaiknya melakukan pemanasan sebelum mencoba ke Curug Leuwi Lieuk.
Pemandangan dari perjalanan menuju Curug Leuwi Lieuk
Tadaaaaam mata kami lagi lagi dikejutkan dengan air dan bebatuan, air yang hijau, bening, bersih.
Ah ini sih melebihi ekspektasi aim dari gambar yang diliat di postingan Instagram itu.
Sebetulnya di Curug Leuwi Lieuk ini, kita bisa berenang dan juga melompat dari bebatuan di pinggir air, tapi nyali kami semua terlalu kecil untuk melaukan itu. Dan dibalik batu besar sebelah kanan, ada air terjun, sayangnya tidak ada foto yang kami ambil.
Curug Leuwi Lieuk
Curug Leuwi Lieuk
Karena hari sudah mulai siang dan kami pun sudah mulai lapar, akhirnya kami memutuskan untuk memasak indomie yang kami bawa.
Berhubung ketika kami kesana adalah bulan Ramadhan, maka tidak ada pedagang yang berjualan, mungkin kalau kesana bukan saat puasa, maka akan ada banyak penjual makanan baik minuman.
Berhubung ketika kami kesana adalah bulan Ramadhan, maka tidak ada pedagang yang berjualan, mungkin kalau kesana bukan saat puasa, maka akan ada banyak penjual makanan baik minuman.
Kenikmatan yang HQQ, Indomie dipinggir curug
10 Bungkus Indomie untuk 8 orang yang kelaparan mungkin akan lebih dari cukup kan? belum lagi 6 butir telur yang kami bawa.
Karena panci yang kami punya tak cukup besar, kami memutuskan untuk membagi mie menjadi 2 (5 Indomie dimasak di awal dan 5 Indomie dimasak selanjutnya).
Pada kloter pertama Indomie dimasak oleh Nella, Putri, dan Lastiur.
Nyamm akhirnya perut lapar kami terisi oleh beberapa sendok indomie, dari satu panci indomie dengan 3 sendok yang kami bawa dan 8 mulut yang lapar, cobalah bayangkan betapa panasnya kuah tak lagi kami pikirkan, yang terasa hanya hangat di perut. dan juga rasa aku ingin makan lebih dari kawanku.
Indomie masakan Nella, Putri dan Lasti
dan hingga kuah terakhir
Masak di kloter selanjutnya kami bergantian , Elyana, Putri dan Lasti yang memasak indomie, sayang bukan kepalang, sakit yang memang tak berdarah itu ada nyatanya, dan kami semua merasakannya dengan seksama.
Indomie yang kami masak terdampar pada tanah dan bebatuan yang tak bersalah.
sakit yang tak bedarah
Pelaku utama kejadian ini bukan lain adalah Elyana, bahkan sampai (mungkin) merasa bersalah kuah indomie yang menjatuhi kakinya tak lagi terasa panas, melihat muka muka yang mulai memanas.
Aim sendiri sih cuma bisa ketawa, dan nahan lapar.
pelaku utama sisakit tak berdarah
dalam perjalanan kali ini, aim belajar satu hal :
"jangan berlari, lalu berhenti
berjalanlah perlahan, namun mencapai tujuan"
The besttt! !!!!
BalasHapusbadabest indomie kita
HapusKereennnn 👍👍👍
BalasHapusTerimakasih Theresa
Hapus